Informasi yang diperoleh tim investigasi Digdaya menyebutkan bahwa Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Jelutih diduga telah memperjualbelikan sebagian lahan hutan tersebut. Dari total luas sekitar 2.700 hektare, sedikitnya 75 hektare disebut telah dijual kepada 14 orang pembeli dari Provinsi Riau.
Lebih lanjut, warga menyebut adanya pungutan tambahan berupa uang keamanan sebesar Rp18.000.000 yang dibebankan kepada para pembeli tersebut. Lahan yang diperdagangkan ini diduga berada di dekat kawasan hutan tanaman industri (HTI), dan berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD), kawasan konservasi penting yang juga menjadi tempat hidup komunitas adat Suku Anak Dalam.
Respons Pihak Terkait
Ketika dikonfirmasi, Sekretaris Desa Jelutih mengaku tidak mengetahui adanya transaksi jual beli tersebut.
> “Saya tidak tahu-menahu soal itu,” ujarnya singkat kepada TIM media ini.
Sementara itu, Ketua LPHD Jelutih Bapak Rofi membantah adanya praktik jual beli lahan di kawasan hutan desa. Ia menyatakan bahwa memang terdapat aktivitas berkebun oleh warga Suku Anak Dalam, namun lokasinya berada jauh dari area hutan desa dan lebih dekat ke kawasan luar, di perbatasan dengan hutan konservasi.
Namun, seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa lahan seluas 75 hektare memang telah diperjualbelikan. Ia menyebut lokasi lahan tersebut dekat dengan HTI dan dibeli oleh pihak luar Provinsi Jambi.
Aspek Hukum Jika benar terjadi, praktik ini berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum:
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 50 ayat (3) huruf (f), melarang setiap orang menjual atau memindahtangankan hak atas kawasan hutan negara.
UU No. 18 Tahun 2013 tentang P3H (Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan), menetapkan sanksi pidana bagi pelaku perusakan dan perambahan kawasan hutan.
Permen LHK No. P.83/MENLHK/2016 tentang Perhutanan Sosial, yang mengatur bahwa pemanfaatan hutan desa harus dilakukan untuk kepentingan sosial, ekonomi, dan ekologi masyarakat — bukan untuk diperjualbelikan.
KUHP Pasal 378 tentang penipuan, jika terbukti ada pihak yang memperjualbelikan lahan tanpa dasar hukum sah.
Dugaan jual beli lahan ini tidak hanya menimbulkan persoalan hukum, tetapi juga ancaman terhadap ekosistem dan keberlanjutan sosial masyarakat. Hutan Desa Jelutih merupakan penyangga penting bagi TNBD, habitat spesies langka seperti harimau sumatra, dan sumber penghidupan bagi warga desa yang menggantungkan hidup dari hasil hutan bukan kayu — seperti madu hutan, rotan, dan tanaman obat-obatan tradisional.
Kepala Desa Jelutih saat dikonfirmasi membenarkan adanya laporan warga terkait persoalan ini.
“Memang ada laporan dari warga, tapi kami masih mendalami kebenarannya,” ujarnya kepada TIM media ini.
Tim akan terus menelusuri perkembangan kasus ini dan berupaya menghadirkan data yang akurat, tajam, dan terpercaya. (TIM Digdaya)